KPK Sita Dokumen Usai Periksa Eks Dirjen Kemnaker Terkait Korupsi TKA

Jakarta - KPK telah memeriksa eks Direktur Jenderal Binapenta & PKK Kementerian Ketenagakerjaan, Suhartono (SU), terkait kasus korupsi di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). KPK menyita dokumen dari pemeriksaan terhadap Suhartono tersebut.

"Penyidik melakukan penyitaan dokumen, (tidak ada pemeriksaan/pertanyaan materi)," kata jubir KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Selasa (3/6/2025).
Baca juga:
KPK Dalami Sumber dan Aliran Uang Dugaan Suap Izin TKA di Kemnaker

Pemeriksaan itu dilakukan di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (2/6). KPK juga memanggil Dirjen Binapenta Kemnaker 2024-2025, Haryanto, tapi tidak hadir.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Yang bersangkutan mengirim surat ke KPK dengan melampirkan surat sakit dari RS," ucapnya.

Sebelumnya, Suhartono diperiksa KPK pada Senin (2/6). Suhartono mengaku hanya menerima delapan pertanyaan.
ADVERTISEMENT

"Cuma sekitar delapan (pertanyaan) atau berapa. Masih normatif gitu," kata Suhartono di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (2/6).

Suhartono enggan menjawab soal proses dugaan suap pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) yang tengah diselidiki KPK ini. Suhartono juga telah diperiksa KPK pada Jumat (23/5).

Kasus dugaan korupsi di Kemnaker yang diusut KPK ini berkaitan dengan pemerasan dalam pengurusan penggunaan tenaga kerja asing. Kasus ini terjadi selama periode 2020-2023.

Total ada delapan orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. KPK menduga oknum pejabat di Kemnaker memeras para calon tenaga kerja asing yang akan bekerja di Indonesia.
Baca juga:
Eks Dirjen Binapenta Kemnaker Dicecar 8 Pertanyaan soal Kasus Suap Izin TKA

"Oknum Kemnaker pada Dirjen Binapenta memungut/memaksa seseorang memberikan sesuatu Pasal 12e dan/atau menerima gratifikasi Pasal 12B terhadap para calon tenaga kerja asing yang akan bekerja di Indonesia," kata Plt Depdak KPK Asep Guntur Rahayu, kepada wartawan, Selasa (20/5).

Pemerasan yang terjadi di Kemnaker dalam kasus ini terjadi sejak 2019. Uang yang terkumpul dari praktik itu mencapai Rp 53 miliar.